Hukum Bunga dan Rumput di Pusara

Apa hukum menabur bunga di atas pusara dan apa hukum mengambilnya kembali atau mencabut rumput di atas pusara tersebut?


Jangan Asal Cabut! Ini Hukum Bunga dan Rumput di Pusara"

Apa hukum menabur bunga di atas pusara dan apa hukum mengambilnya kembali atau mencabut rumput di atas pusara tersebut?

1. Hukum Menabur Bunga atau Tumbuhan Hijau di Kuburan:

Disunnahkan, berdasarkan hadits Nabi ﷺ yang meletakkan dua pelepah kurma hijau di atas dua kubur. Hikmahnya, tasbih tumbuhan tersebut dapat meringankan siksa mayit.

Dikiaskan (diqiyaskan) dengan pelepah kurma adalah segala jenis tumbuhan segar yang biasa digunakan seperti bunga, kemangi, selada, dsb.

2. Hukum Mengambil Kembali atau Mencabut Tanaman di Atas Kubur:

Mazhab Syafi'iyyah:

Haram mencabut atau memotong tumbuhan hijau yang masih segar di atas kubur.

Larangan ini berlaku umum, baik bagi pemilik maupun bukan pemiliknya.

Jika sangat terpaksa harus dibersihkan, maka diletakkan dahulu di atas pusara dan baru boleh disingkirkan setelah kering.

Mazhab Hanafiyyah:

Makruh hukumnya mencabut tumbuhan hijau dari atas kubur karena tasbihnya memberi manfaat dan menghibur mayit.

Namun, dalam istilah Hanafiyyah, kata makruh (secara mutlak) sering kali berarti haram, kecuali jika disebutkan karohah tanzih (makruh ringan).

3. Hikmah dan Adab yang Ditekankan:

Tumbuhan hijau yang masih hidup bertasbih kepada Allah ﷻ.

Tasbih itu menjadi sebab berkurangnya siksa dan turunnya rahmat kepada si mayit.

Menghilangkannya berarti mengurangi hak si mayit dan memutus manfaat tersebut.

Referensi:

Fathul Mu'in:

> مهمة: يسن وضع جريدة خضراء على القبر للاتباع ولأنه يخفف عنه ببركة تسبيحها، وقيس بها ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب

"Catatan penting: Disunnahkan meletakkan pelapah kurma yang masih hijau di atas kubur, sebagai bentuk ittiba’ kepada Nabi ﷺ. Hal ini karena tasbih pelepah tersebut bisa meringankan siksa kubur. Dikiaskan kepadanya adalah tumbuhan segar lainnya yang biasa digunakan seperti kemangi atau bunga segar."

> ويحرم أخذ شيء منهما ما لم ييبسا لما في أخذ الأولى من تفويت حظ الميت المأثور عنه صلى الله عليه وسلم [البخاري رقم: 216, مسلم رقم: 292]

"Haram mengambil pelapah atau bunga tersebut sebelum kering, karena hal itu termasuk mengurangi hak mayit, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari (no. 216) dan Muslim (no. 292)."

> وفي الثانية من تفويت حق الميت بارتياح الملائكة النازلين لذلك، قاله شيخانا ابن حجر وزياد

"Begitu pula mengambil bunga yang ditabur di kubur juga diharamkan, karena dapat menghalangi turunnya malaikat yang mencium harumnya. Ini adalah pendapat dua guru kami: Ibnu Hajar dan Z

> [زين الدين المعبري، فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، ص ٢١٨]

---

I’anah at-Thalibin:

> وظاهره أنه يحرم ذلك مطلقا، أي على مالكه وغيره.

"Zahir dari redaksi ini menunjukkan bahwa larangan mengambil (tumbuhan segar di atas kubur) berlaku secara mutlak, baik bagi pemilik maupun selainnya."

> وفي النهاية: ويمتنع على غير مالكه أخذه من على القبر قبل يبسه، فقيد ذلك بغير مالكه.

"Dalam kitab an-Nihayah dijelaskan bahwa selain pemilik dilarang mengambil tanaman tersebut sebelum kering, jadi larangan ini dikhususkan untuk selain pemiliknya."

> وفصل ابن قاسم بين أن يكون قليلا كخوصة أو خوصتين، فلا يجوز لمالكه أخذه، لتعلق حق الميت به، وأن يكون كثيرا فيجوز له أخذه.

"Ibnu Qasim merinci: Jika jumlahnya sedikit seperti satu atau dua pelepah, maka pemiliknya tidak boleh mengambil karena berkaitan dengan hak mayit. Namun jika banyak, maka boleh bagi pemiliknya mengambilnya."

> إن تسبيح الخضراء أكمل من تسبيح اليابسة، لما في تلك من نوع حياة.

"Tasbih tumbuhan yang masih hijau lebih sempurna daripada yang sudah kering, karena yang hijau masih memiliki unsur kehidupan."

> وفي فتاوى ابن حجر ما نصه: استنبط العلماء من غرس الجريدتين على القبر: غرس الأشجار والرياحين، ولم يبينوا كيفيته.

"Dalam Fatawa Ibnu Hajar disebutkan: Para ulama menyimpulkan dari hadits penanaman dua pelepah kurma di atas kubur, bahwa boleh menanam tumbuhan dan bunga di atas kubur, meski tidak dijelaskan tata caranya."

> (قوله: ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب) اندرج تحت نحو كل شئ رطب، كعروق الجزر، وورق الخس واللفت

"Ucapan mushannif ‘sesuatu yang terbiasa ditabur seperti kemangi segar’ mencakup semua tanaman segar seperti akar wortel, daun selada, dan daun lobak."

> [البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,2/136]

---

Pandangan Madzhab Hanafiyah:

> (بريقة محمودية)

(قلع الشوك والحشيش الرطبين على القبر فإنه مكروه)

"Mencabut tanaman berduri dan rumput hijau dari atas kuburan hukumnya makruh, karena selama masih basah, tumbuhan tersebut bertasbih kepada Allah, yang bisa menghibur mayit."

> وفي البزازية: بكراهة قطع الشجر والحشيش الرطبين لأن بتسبيحهما يستأنس الميت ويرفع عذابه

"Dalam al-Bazzaziyyah: Makruh memotong pohon dan rumput hijau karena tasbihnya menghibur mayit dan dapat mengangkat siksaannya."

> ويكره قطع الحطب والحشيش من المقبرة فإن كان يابسا فلا بأس به لأنه ما دام رطبا يسبح فيؤنس الميت

"Makruh hukumnya memotong kayu dan rumput dari maqbarah. Jika sudah kering maka tidak mengapa, karena selama masih basah ia bertasbih dan menghibur mayit."

(محمد الخادمي، بريقة محمودية، 4/84)

---

Bulghah at-Thullab, hlm. 189

> (مسألة ث)

لا تجوز إزالة نحو الحشيش الرطب من المقبرة لأنه مثل الجريد المنصوص في الحديث في كونه يستغفر للميت ما دام رطبا

"Tidak boleh mencabut rumput hijau dari kuburan karena seperti pelepah kurma dalam hadits yang disebutkan bahwa ia memintakan ampunan bagi mayit selama masih basah."

(قلت) وهذا عند الشافعية، وعند الحنفية جواز ذلك مع الكراهة، كما نقله ابن عابدين...

"(Saya katakan): Ini menurut Syafi’iyyah. Adapun menurut Hanafiyyah, boleh tetapi makruh, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Abidin dalam Hasyiyah Radd al-Muhtar."

---

Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Kuwaith

قَطْعُ النَّبَاتِ وَالْحَشِيشِ مِنَ الْمَقْبَرَةِ .9– نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ عَلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ قَطْعُ النَّبَاتِ الرَّطْبِ وَالْحَشِيشِ مِنَ الْمَقْبَرَةِ، فَإِنْ كَانَ يَابِسًا لاَ بَأْسَ بِهِ، لأَِنَّهُ يُسَبِّحُ اللَّهَ تَعَالَى مَا دَامَ رَطْبًا، فَيُؤْنِسُ الْمَيِّتَ وَتَنْزِل بِذِكْرِهِ الرَّحْمَةُ

"Mencabut tumbuhan-tumbuhan dan rumput dari maqbaroh. Imam Abu Hanifah mencatat bahwasanya dimakruhkan memotong tumbuhan dan rumput yang masih basah dari atas maqbaroh, apabila sudah kering, maka tidak mengapa, sebab selagi masih basah ia akan senantiasa bertasbih kepada Allah SWT. dan menghibur mayit serta dzikirnya itu, menjadi sebab turunnya rahmat."

قَال ابْنُ عَابِدِينَ: وَعَلَيْهِ فَكَرَاهَةُ قَلْعِ ذَلِكَ وَإِنْ نَبَتَ بِنَفْسِهِ وَلَمْ يُمْلَكْ، لأَِنَّ فِيهِ تَفْوِيتَ حَقِّ الْمَيِّتِ

"Imam Ibnu Abidin berkata: dimakruhkan mencabut tumbuhan dan rumput hijau, meski pun tumbuh dengan sendirinya dan tidak ada yang memiliki, sebab hal itu mengurangi hak mayit."

(مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية الكويتية، ٣٤٨/٣٨)

Arti makruh menurut madzhab Hanafiyah:

(Bahrur Ro'iq, Juz 1, Halaman 137)

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَكْرُوهَ إذَا أُطْلِقَ فِي كَلَامِهِمْ فَالْمُرَادُ مِنْهُ التَّحْرِيمُ إلَّا أَنْ يَنُصَّ عَلَى كَرَاهَةِ التَّنْزِيهِ فَقَدْ قَالَ الْمُصَنِّفُ فِي الْمُسْتَصْفَى: لَفْظُ الْكَرَاهَةِ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ يُرَادُ بِهَا التَّحْرِيمُ قَالَ أَبُو يُوسُفَ: قُلْت لِأَبِي حَنِيفَةَ – رَحِمَهُ اللَّهُ – إذَا قُلْت فِي شَيْءٍ أَكْرَهُ فَمَا رَأْيُك فِيهِ قَالَ: التَّحْرِيمُ اهـ

Ketahuilah bahwa makruh, ketika dimutlakkan dalam kalam ulama Hanafiyyah, maksudnya adalah pengharaman, kecuali ditulis dengan kata "makruh tanzih". Mushonnif telah berkata bahwa lafadz "karohah (makruh) ketika dimutlakkan, maka dimaknai sebagai haram.", Imam Abu Yusuf berkata: aku bertanya kepada Imam Abu Hanifah RohimahulLohu, "ketika aku mengatakan, 'Akrohu'  maka, apa pendapatmu?' Beliau menjawab, 'pengharaman.'.".

(بحر الرائق شرح كنز الدقائق ومنحة الخالق وتكملة الطوري نویسنده : ابن نجيم، زين الدين جلد  ١صفحه ١٣٧)

Baca Juga yang ini ya :
Pasang Iklan

Mau donasi lewat mana?

BSI a.n. Kholil Khoirul Muluk
REK (7310986188)
Bantu SantriLampung berkembang. Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Alumni Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung - Blogger, Designer, Writer and Copy Creator.

Suratku untuk Tuhan - Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya

Donasi

BANK BSI 7310986188
an.Kholil Khoirul Muluk