Bagaimana kedudukan Istihsan sebagai sumber hukum Islam
Dari beberapa Pengertian Istihsan (baca),maka istihsan itu bukanlah sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri karena dalam menganalisa suatu kejadian seorang mujtahid hanya dapat memperhatikan kepada yang jelas dan yang samar-sanar yang mungkin didalamnya mengehendaki hukum lain dan mujtahid itu kalau menemukan dalil yang menguatkan hal-hal yang terembunyi dan samar-samar maka ia akan meninggalkan hal-hal yang jelas. Demikian juga apabila hukum itu bersifat kully kemudian ada dalil untuk mengecualikan sebagian hukum kully ydan bagi sebagiannya itu ditetapkan hukum yang lain.
Jadi istihsan ini fungsinya hanya untuk menguatkan qiyas khafi pengecualian sebagian dari hukum kully dengan dalil.
Karena itu istihsan bukan sebagai sumber hukum.untuk lebih jelasnya ikuti keterangan berikut ini.
Pendapat ulama tentang kehujjahan istihsan
Ada perselisihan ulama mengenai kehujjahan istihsan,disebabkan perbedaan ta’rif terhadap istihsan,diantara perbedaan itu adalah:
Menurut ulama penganut mazhab syafi’iyah seperti ibny hazm, menyatakan bahwa istihsan itu kedudukannnya bukan dalil syara, sebab orang yang menggunakan istihsan sama dengan menetapkan syari’at atas keinginan hawa nafsunya, yang mungkin benar atau mungkin salah , seperti mengharamkan sesuatu atau menghalalkan sesuatu dengan tanpa dalil.
1]. Menurut ulama malikiah dan hambaliah menetapkan, bahwa istihsan adalah suatu dalil syara’ yang kehujjahannya dapat digunakan untuk menetapkan hukum terhadap sesuatu yang ditetapkan oleh qiyas atau umum nash.
2]. Menurut ulama hanafiah, bahwa kehujjahan istihsan dapat dipergunakan, dengan alasan bahwa berdalil dengan istihsan itu sebenarnya juga berdalil dengan qiyas khafi atau berdasarkan istihsan,dan kehujjahan qiyas atau masalih mursalah itu dapat diterima,seperti orang yang dititipi barang, kalau barangnya rusak maka yang dititipi barang harus mengganti ,hukum mengganti itu termasuk dalam istihsan . contoh lain: memandang kelebihan air yang diminum burung buas itu tidak najis, juga seperti memesan sesuatu untuk dibuatkan pada orang lain.
3]. Menurut imam as-syatiby dalam kitab al-muafaqat yang dikutip oleh abdul wahab khalaf,ia berpendapat bahwa barang siapa yang beristihsan yang semata-mata dia itu kembali kepada perasaan dan hawa nafsunya,tatapi dia kembali kepada apa yang diketahuinya dari pada maksud syara’ secara keseluruhan mengenai kejadian-kejadian yang dihadapinya.
Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan