Diyat bagi wanita

  



Diyat adalah adalah sejumlah harta yang wajib diberikan karena suatu tindak pidana kepada korban kejahatan atau walinya. ... Dalam Hukum Pidana Islam, hukuman diklasifikasikan kedalam tiga jenis, hudud, qishas, diyat, dan ta'zir.




Pembahasan Tentang Bantahan Terhadap Muhammad bin Al Hasan



Imam Syafi'i berkata: Abu Hanifah radhiyallahu anhu berkata tentang diyat wanita, "Sesungguhnya diyat luka-luka dan jiwa wanita adalah separuh dari diyat laki-laki dalam segala hal."



Demikian pula yang dikabarkan kepada kami oleh Abu Hanifah dari Hammad, dari Ibrahim, dari AH bin Abu Thalib bahwa ia berkata, "Diyat wanita adalah separuh dari diyat laki-laki, baik pada kasus pembunuhan maupun yang lebih ringan dari itu."



Sementara penduduk (baca: ulama) Madinah mengatakan bahwa diyat wanita sama seperti diyat laki-laki hingga pada 1/3 diyat. Diyat jari wanita sama seperti diyat laki-laki, diyat gigi wanita sama diyat gigi laki-laki, diyat luka di kepala yang menyingkap tulang sama seperti diyat bagi luka serupa yang dialami oleh laki-laki.




Jika jumlah diyat ini mencapai 1/3 diyat yang utuh atau lebih besar dari itu, maka diyat wanita diberikan separuh dari diyat laki-laki.




Muhammad bin Al Hasan berkata, "Orang yang menukil pandangan penduduk Madinah telah meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa ia berkata, 'Disamakan diyat laki-laki dan wanita hingga jumlahnya mencapai 1/3 diyat yang utuh, dan selanjutnya diberikan kepadanya separuh diyat laki-laki'."




Baca juga :

Abu Hanifah rahimahullah telah mengabarkan kepada kami dari Hammad, dari Ibrahim, dari Zaid bin Tsabit, bahwa ia menyamakan antara laki-laki dan wanita dalam hal diyat hingga mencapai 1/3 diyat yang utuh, lalu ia memberikan kepada wanita separuh diyat laki-laki pada kasus yang jumlah diyatnya melebihi 1/3 diyat yang utuh.




Abu Hanifah rahimahullah telah mengabarkan kepada kami dari Hammad, dari Ibrahim bahwa ia berkata, "Perkataan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu dalam masalah ini lebih aku sukai daripada perkataan Zaid."




Muhammad bin Aban telah mengabarkan kepada kami dari Hammad bin Ibrahim, dari Umar bin Khaththab dan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhuma bahwa keduanya berkata, "Diyat wanita adalah separuh diyat laki-laki baik pada kasus pembunuhan maupun yang lebih ringan dari itu." Ali dan Umar telah sepakat mengatakan hal ini, maka tidak patut untuk mengambil pendapat yang lain.




Di antara perkara yang dapat dijadikan dalil untuk menunjukkan kebenaran perkataan Ali dan Umar bahwa wanita apabila jari tangannya dipotong, maka wajib bagi orang yang memotongnya —menurut penduduk Madinah— membayar 1/10 diyat yang utuh. Apabila dipotong 2 jari, maka diyatnya adalah 2/10 diyat yang utuh. Jika dipotong 3 jari, maka diyatnya adalah 3/10 diyat yang utuh. Namun jika dipotong 4 jari, maka diyatnya adalah 2/10 diyat yang utuh. Dengan demikian, di saat kejahatan bertambah diyatnya justru berkurang.




Imam Syafi'i berkata: qiyas yang tidak dapat ditolak oleh seorang pun dalam memutuskan perkara diyat dan tidak boleh pula dipersalahkan menurut pandangan kami adalah; sesungguhnya jiwa wanita apabila berlaku diyat padanya, maka diberikan kepadanya separuh diyat laki-laki. Diyat tangan wanita separuh diyat tangan laki-laki, maka sepatutnya ketentuan ini berlaku pada seluruh luka yang diderita oleh wanita baik kecil maupun besar.




Akan tetapi oleh karena perkara ini masuk dalam bagian yang tidak boleh mempersalahkan seseorang berdasarkan pemikiran semata, sementara Ibnu Al Musayyib mengatakan bahwa diyat 3 jari wanita adalah 30 ekor unta, sedangkan diyat 4 jari wanita adalah 20 ekor unta. Lalu dikatakan kepadanya bahwa mengapa ketika kejahatan bertambah diyatnya justru berkurang? Maka, ia menjawab bahwa ini adalah Sunnah. Kemudian Ibnu Al Musayyib meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa diyat wanita sama seperti diyat laki-laki hingga jumlah diyat mencapai 1/3 diyat yang utuh. Apabila telah mencapai 1/3 diyat yang utuh, maka diberikan kepadanya separuh diyat laki-laki.




Atas dasar ini, maka tidak boleh bagi seorang pun untuk menyalahkan pendapat orang lain dengan berpegang pada akal semata, sebab saling mempersalahkan pendapat hanya dapat berlaku pada masalah yang memungkinkan satu pendapat padanya lebih benar dibandingkan pendapat yang lain. Adapun dalam masalah ini, aku kira tidak seorang pun yang boleh menyalahkannya. Akan tetapi, yang mesti dilakukan oleh seseorang adalah mengikuti orang yang menurutnya tidak boleh diselisihi.




Ketika Ibnu Al Musayyib mengatakan "Ini adalah Sunnah", maka kemungkinan besar ketetapan itu berasal dari Nabi SAW atau dari mayoritas sahabat. Tidak mungkin pula Zaid mengatakannya berdasarkan akal, sebab pandangan yang ia nukil justru tidak dapat dicerna oleh 

Pasang Iklan
Print Friendly and PDF
75340 25997 77557

Mau donasi lewat mana?

Mandiri a.n. Kholil Khoirul Muluk
REK (90000-4648-1967)
Bantu SantriLampung berkembang. Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Blogger and WriterCreator Lampung yang masih harus banyak belajar.

Suratku untuk Tuhan - Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya

Donasi

BANK Mandiri 9000046481967
an.Kholil Khoirul Muluk