Syurga Neraka

Sahabat pembaca SantriLampung yang dirahmati Allah; Jika hidup hanyalah sekadar cara seleksi untuk memilah-milah siapa yang akan memasuki surga, dan siapa yang harus memasuki neraka, tidakkah pemahaman ini kini terasa semakin dangkal, sahabat-sahabat? Sebuah sudut pandang tentang kehidupan yang diajarkan pada kita semasa kecil, namun tidak pernah berubah hingga kita dewasa. Berpuluh-puluh tahun lamanya. Kita tidak pernah menggali esensi di balik itu semua. Tidakkah itu juga berarti bahwa pemahaman kita mengenai agama dan hakikat hidup, sejak kanak-kanak hingga sekarang, ternyata tidak berkembang?

Surga dan neraka, tentu benar adanya. Namun, tidakkah ada makna yang esensial, bahwa hidup ternyata lebih dari sekadar seleksi penerima pahala dan siksa? Bahwa hidup bukan sekadar persoalan meraup pahala sebanyak-banyaknya, sebisa-bisanya, se-“serakah” mungkin? Sementara, kita pun belum terlalu memahami, apa “pahala” itu sebenarnya. Semacam kredit poin? Intan berlian? Bidadari dan bidadara?

Apa itu hidup sebenarnya? Untuk apa kita ada di sini? Apakah agama menerangkan hal ini—hingga ke makna-makna terdalamnya?

Para ustad kerap mengatakan, tertulis dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan untuk beribadah. Itu benar, tentu saja. Namun, beribadah yang seperti apa? Apakah tujuan manusia diciptakan adalah untuk melaksanakan ritual seperti shalat, puasa, zakat, haji sebanyak-banyaknya?

Baca juga :

Tidakkah kita haus untuk memahami, ada apa sebenarnya di balik semua ibadah ritual itu? Sehingga kita bisa melakukan semua ritual dengan kukuh dan senang hati karena memahami esensinya dan manfaatnya—bukan menuntaskannya sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Apa sebenarnya gagasan besar di balik semua kewajiban ritual itu?

Kita diciptakan dengan memiliki akal. Akal jasad, dan akal jiwa (aql). Dan semakin kita dewasa, natur kita pun akan semakin membutuhkan pemahaman akan esensi—apa esensi di balik yang harus kita lakukan—karena itu adalah natur kita sebagai manusia. Jika kita mengabaikan ini, maka kita mengkhianati natur kita sendiri.

Dalam Al-Qur’an, Allah telah menegaskan bahwa sebenarnya kita harus memahami esensi dari semua yang akan kita lakukan. Kita dilarang untuk sekadar mengikuti dan melakukan tanpa pengetahuan atau pemahaman.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ‌ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. – Q.S. Al-Israa’ [17]: 36.



image_title
Pasang Iklan
Print Friendly and PDF

Mau donasi lewat mana?

Mandiri a.n. Kholil Khoirul Muluk
REK (90000-4648-1967)
Bantu SantriLampung berkembang. Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Blogger and WriterCreator Lampung yang masih harus banyak belajar.

Suratku untuk Tuhan - Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya

Donasi

BANK Mandiri 9000046481967
an.Kholil Khoirul Muluk