Memahami dua istilah Sunnah

Sahabat SantriLampung Rohimakumullah, tidak semua prilaku baik dalam kehidupan selalu Rosulullah contohkan, bukan berarti yang tidak dicontohkan buruk

Sahabat SantriLampung Rohimakumullah, tidak semua prilaku baik dalam kehidupan selalu Rosulullah contohkan, dan bukan berarti yang tidak beliau contohkan lalu menjadi tidak baik. 

Baik buruknya prilaku diukur dari nilai manfaat dan kemaslahatannya. Bedanya kalau yang dicontohkan nabi itu lalu diamalkan maka dapat fahala sunnah dan fahala kebaikan, sementara kebaikan yang dilakukan namun tidak pernah dicontohkan nabi akan tetap berfahala meski bukan bagian dari sunnah nabi. 

Rosulullah bersabda;

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

"Barangsiapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim).

Dalam hadits tersebut Nabi Muhammad membagi kata sunnah menjadi dua versi, yakni versi hasanah (baik) dan versi sayyi’ah (buruk). Untuk sampai kepada faham mari kita kupas makna dan maksud dari dua versi sunnah tersebut.

Apa makna sunnah dalam konteks yang dibagi dua ini? Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan istilah “sanna sunnah hasanah” sebagai memulai kebaikan (al-ibtida’ bil-khairat) sedangkan “sanna sunnah sayyi’ah” sebagai memulai/membuat-buat berbagai kebatilan dan keburukan (ikhtira’ al-abathil wal-mustaqbahat). Hal ini berarti kata sunnah di situ bukanlah sunnah Rasulullah seperti yang disangka kelompok di atas, tetapi adalah hal baru secara umum yang memang adakalanya baik dan adakalanya buruk (An-Nawawi, Syarh Muslim, Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, juz VII, halaman 104).

Di bagian lain di kitab yang sama, An-Nawawi menjelaskan sunnah hasanah dan sunnah sayyi’ah ini dengan redaksi membuat bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Ia berkata:

   أَنَّ كُلَّ مَنِ ابْتَدَعَ شَيْئًا مِنَ الشَّرِّ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ كُلِّ مَنِ اقْتَدَى بِهِ فِي ذَلِكَ الْعَمَلِ مِثْلَ عَمَلِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمِثْلُهُ من ابتدع شيأ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ كُلِّ مَنْ يَعْمَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُوَ مُوَافِقٌ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً   

“Bahwasanya setiap orang yang membuat bid’ah (hal baru) yang buruk, maka ia mendapat semisal dosa orang yang mengikutinya dalam perbuatan itu hingga hari kiamat. Begitu juga orang yang membuat bid’ah (hal baru) yang baik, maka ia mendapat semisal pahala orang yang mengikutinya dalam perbuatan itu hingga hari kiamat. Ini sesuai dengan hadits sahih “siapa yang membuat sunnah hasanah...” (An-Nawawi, Syarh Muslim, Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, juz XI, halaman 166).

Dengan pengertian tersebut, maka istilah sunnah hasanah dan sunnah sayyi’ah dalam hadits di atas tidak kontradiktif dan bisa menjadi penjelasan mendetail bagi hadits tentang bid’ah. 

Imam An-Nawawi mengatakan:

   وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ تَخْصِيصُ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ الْمُحْدَثَاتُ الْبَاطِلَةُ وَالْبِدَعُ الْمَذْمُومَةُ   

Baca juga :

“Dalam hadits ini ada pembatasan makna sabda Rasulullah ‘semua hal baru adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat’ dan bahwasanya yang dimaksud di sana adalah hal baru yang batil dan bid’ah yang buruk saja” (An-Nawawi, Syarh Muslim, Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, juz VII, halaman 104).

Hadits di atas memakai redaksi “man sanna sunnatan” dalam arti “siapa pun yang membuat sunnah”. Sudah jelas kata sunnah di sini bukanlah dalam makna sunnah Rasulullah sebab sunnah Rasulullah hanya dibuat oleh Rasulullah saja, tak bisa dibuat oleh siapa pun. Sunnah yang bisa dibuat oleh siapa saja adalah sunnah dalam arti bahasa, yakni segala hal baru secara umum. Ini mencakup hal yang betul-betul baru pertama kali terjadi seperti di dalam kasus pembunuhan oleh Qabil dalam hadits berikut:

   لَا تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا وَذَلِكَ لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ القَتْلَ   

“Tidaklah suatu jiwa dibunuh secara zalim kecuali putra Adam yang pertama (Qabil) mendapat bagian dosanya sebab dialah yang pertama membuat sunnah pembunuhan” (HR Bukhari).

Sunnah berupa pembunuhan di masa Qabil adalah peristiwa yang tak pernah terjadi sebelumnya. Qabil-lah manusia pertama yang melakukannya sehingga ia dianggap membuat sunnah berupa pembunuhan. Pembunuhan adalah sebuah sunnah sayyi’ah yang dosanya terus mengalir bagi Qabil.   

Dalam versi sunnah hasanah atau yang baik, contohnya adalah peringatan maulid Nabi Muhammad yang diselenggarakan setiap tahun. Peringatan semacam ini betul-betul baru sebab tak dikenal sebelumnya di masa salaf, tetapi ia tergolong baik sebab masuk kategori hal yang sesuai dengan kaidah syariat. Imam Abu Syamah al-Maqdisi berkata:

  وَمن أحسن مَا ابتدع فِي زَمَاننَا من هَذَا الْقَبِيل مَا كَانَ يفعل بِمَدِينَة اربل جبرها الله تَعَالَى كل عَام فِي الْيَوْم الْمُوَافق ليَوْم مولد النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من الصَّدقَات وَالْمَعْرُوف واظهار الزِّينَة وَالسُّرُور   

“Hal baru yang terbaik (ahsan) dalam kategori ini adalah apa yang dilakukan di kota Irbil, semoga Allah menambalnya dengan kebaikan, pada setiap tahun di hari yang bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang berupa sedekah, kebaikan, dan menampakkan perhiasan dan kebahagiaan” (Abu Syamah, al-Baits ‘ala inkar al-Bida’ wal-Hawadits, 23).   

Bisa juga sunnah berupa hal yang tak sepenuhnya baru sebab sudah dikenal sebelumnya tetapi kemudian tak dilakukan. Contoh versi hasanahnya adalah memulai memberi contoh dalam sedekah sehingga diikuti orang banyak, melakukan tarawih berjamaah sebulan penuh, dan lain sebagainya yang secara khusus sudah dikenal di masa Nabi sebagai kebaikan. Adapun contoh versi sayyi’ahnya adalah mengawali praktik perjudian atau pesta miras di wilayah yang sebelumnya steril dari perbuatan itu. Ini tergolong menghidupkan kembali sunnah sayyi’ah yang telah dikenal sejak dulu.   

Kesimpulannya, istilah sunnah hasanah dan sunnah sayyi’ah adalah istilah yang merujuk pada hal baru yang dilakukan orang-orang secara umum. Bila hal baru tersebut masuk kategori baik, maka disebut sunnah hasanah. Bila masuk kategori buruk, maka disebut sunnah sayyi’ah.   

Istilah sunnah hasanah dan sunnah sayyi’ah ini lebih layak dipakai sehari-hari daripada istilah bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, meskipun istilah terakhir ini juga benar. 

Namun istilah sunnah hasanah dan sayyi’ah adalah istilah yang diucapkan oleh Nabi Muhammad  secara langsung, sedangkan istilah bid’ah hasanah dan sayyi’ah tak pernah diucapkan Nabi sehingga sebagian orang yang sangat awam kadang keberatan dengan istilah ini.  


Semoga menjadi tambahan ilmu manfaat untuk kita semua.


image_title
Pasang Iklan
Print Friendly and PDF
71532 24116 73740

Mau donasi lewat mana?

Mandiri a.n. Kholil Khoirul Muluk
REK (90000-4648-1967)
Bantu SantriLampung berkembang. Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Blogger and WriterCreator Lampung yang masih harus banyak belajar.

Suratku untuk Tuhan - Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya

Donasi

BANK Mandiri 9000046481967
an.Kholil Khoirul Muluk