Fiqih tentang Air Mengalir
Toharoh - Apabila di dalam air yang mengalir itu terdapat sesuatu yang diharamkan; seperti bangkai, darah, atau sejenisnya dan berhenti pada suatu muara, maka air yang tergenang itu menjadi najis bila kadar air lebih sedikit dari jumlah bangkai, yaitu kurang lebih lima geriba. Akan tetapi bila airnya lebih dari lima geriba, maka ia tidak dikategorikan najis, kecuali apabila rasa, warna dan baunya telah berubah karena najis, sebab air yang mengalir akan menghanyutkan semua kotoran.
Apabila bangkai atau kotoran hanyut dalam aliran air, maka boleh bagi seseorang bersuci pada bagian air yang datang sesudahnya, sebab air yang mengikuti bangkai tersebut tidak dianggap air yang ditempati bangkai itu dikarenakan tidak dicampuri oleh najis. Apabila kadar air yang mengalir itu sedikit dan di dalamnya terdapat bangkai, lalu seseorang berwudhu dengan air di sekitarnya, maka hal itu tidak diperbolehkan jika air yang berada di sekitar bangkai itu kurang dari lima geriba. Namun boleh baginya bersuci dengan air yang berikutnya.
Imam Syafi'i berkata: Apabila air yang mengalir —baik kadarnya sedikit ataupun banyak— itu bercampur dengan najis sehingga bau, rasa dan warnanya dapat berubah, maka air itu menjadi najis. Apabila aliran air melewati sesuatu yang haram dan dapat merubah keadaan air dimana keduanya bercampur, kemudian aliran air itu melewati saluran lain yang tidak berubah, maka air yang tidak berubah itu suci sementara air yang berubah itu menjadi najis.

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan