Lapisan Seragam untuk Jenazah
Imam Syafi'i berkata: Mayit dikafankan dengan tiga lapis kain putih dan tidak menggunakan serban, karena Nabi ketika wafat juga dikafani. Saya tidak menyukai si mayit dipakaikan baju.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, "Bahwasanya Rasul SAW dikafankan dengan tiga lapis pakaian putih dari kota Yaman, tidak menggunakan ghamis serta tidak pula serban." HR. Bukhari, pembahasan tentang jenazah, bab "Kain Putih untuk Kafan", hal. 95, juz 2, jilid I, Darul Jabal, Beirut.
Imam Syafi'i berkata: Mengkafani mayit boleh dengan satu kain, karena Nabi SAW mengkafani sebagian syuhada yang terbunuh dalam perang Uhud dengan satu kain namrah, yaitu kain wol yang bergaris-garis putih dan hitam yang sering dipakai orang Arab, dan hendaknya pakaian itu tidak dipendekkan agar dapat menutup aurat si mayit.
Imam Syafi'i berkata: Tidak mengapa apabila dipakaikan serban atau ghamis, namun saya tidak menyukai apabila dikafani dengan menggunakan lebih dari lima lapis pakaian, karena hal termasuk pemborosan.
Imam Syafi'i berkata: Mayit dikafankan dengan tiga helai kain yang sudah diuapkan memakai kayu cendana, sehingga baunya menyerbak pada kain-kain itu. Lalu kain pertama dibentangkan lebih luas dan bagus, kemudian di atasnya ditaburkan obat pengawet mayit. Setelah itu dibentangkan lagi —pada kain kafan itu— kain yang tidak terlalu lebar dari kain yang pertama, lalu ditaburkan lagi obat pengawet padanya. Kemudian dibentangkan lagi kain yang lebih kecil, setelah itu ditaburkan obat pengawat mayat padanya. Lalu diletakkan mayit itu dalam posisi terlentang di atas kain itu dengan menambah obat pengawet mayit padanya, sebagaimana saya terangkan pada Anda, setelah itu diletakkan kapas di atasnya. Lalu kain dilipat ke sisi kanan, kemudian melipatkan kain yang lain ke sisi kirinya, sebagaimana halnya manusia mengenakan pakaian Thailasan, sehingga tepi kain berbenturan dengan tepi yang lainnya. Hal seperti itu dilakukan pada tiga helai kain yang lain.
Imam Syafi'i berkata: Apabila mayit dikafankan dalam baju ghamis (kemeja), maka baju kemeja itu diletakkan di dalam kain-kain kafan, begitu juga dengan serban.
Imam Syafi'i berkata: Apabila seseorang meninggal di dalam kapal laut, maka ia diperlakukan seperti itu juga—seperti keterangan di atas—jika mereka sanggup menguburkan di daratan. Namun apabila mereka tidak sanggup, maka saya lebih menyukai mayit itu diletakkan di antara duapapan dan diikat dengan tali. Semoga saja kedua papan itu bisa mencampakkannya ke pantai, serta mudah-mudahan kaum muslimin mendapatinya lalu menguburnya, yang demikian itu lebih saya sukai daripada melemparkannya ke laut sehingga ikan-ikan memakannya.
Imam Syafi'i berkata: Mayit wanita juga diperlakukan sama ketika dimandikan dan diletakkan obat pengawet padanya, sebagaimana yang telah saya uraikan pada mayit laki-laki, hanya saja yang membedakan dari mayit laki-laki adalah pada cara mengkafaninya; apabila kain kafan itu ada, maka dipakaikan pada wanita itu baju, kain sarung, serban lalu dibungkus dan diikatkan kain pada dadanya dengan semua kain kafan.
Imam Syafi'i berkata: Saya lebih menyukai apabila kain sarung diletakkan sebelum baju, karena Nabi SAW memerintahkan agar hal itu dilakukan kepada putrinya.
Imam Syafi'i berkata: Anak yang gugur —terlahir namun meninggal—jika ia telah mengeluarkan suara, maka harus dimandikan, dikafankan dan dishalatkan. Namun apabila ia belum mengeluarkan suara, maka cukup dimandikan, dikafankan serta dikuburkan.
Orang-orang yang mati syahid, yang hidup dan memakan makanan seperti apa yang mereka makan, adalah seperti yang lainnya dalam hal mengkafankan, memandikan dan menshalatkan.
Adapun orang-orang yang terbunuh dalam medan pertempuran, maka mereka dikafankan dengan pakaian yang mereka pakai, apabila walinya mengizinkan.

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan