Ilmu itu dijemput bukan ditunggu
Sahabat SantriLampung yang diluaskan keilmuannya; Hadratusyeikh Hasyim Asyari memberikan penjelasan terkait tanggung jawab seorang alim kepada diri dan ilmu yang dipikulnya adalah menjaga wibawa ilmu yang dipikulnya dari berbagai kepentingan dan hal lainnya. Dalam hal ini, seorang alim sebisa mungkin harus menjaga jarak dari penguasaan dan pihak lain yang ingin memanfaatkan ilmunya.
Bacajuga : Urgensi Ilmu
Dalam kitab Adabul Alim wal Muta'allim, Hadratussyeikh menyuguhkan sebuah kisah antara Imam Malik bin Anas dan Khalifah Harun ar-Rasyid. Ketika Sang Imam berkunjung ke istana sang khalifah, sang khalifah Harun ar-Rasyid langsung berkata, "wahai Abu Abdillah, sering-seringlah main ke sini, agar anak-anak kami bisa mendengar dan mempelajari al-Muwattha'" Imam Malik lalu menimpali dengan sebuah pernyataan mengejutkan,
والعلم يؤتى ولايأتي، أخرجوا إلى المسجد Øتى تسمعوا مع الناس
"Wahai Sultan, Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi. Datangkan ke Masjid agar kalian bisa mengaji bersama orang-orang."
Imam al-Zuhri juga pernah berkata:
هوان بالعلم أن ÙŠØمله العالم إلى بيت المتعلم
"Sungguh merupakan penghinaan terhadap ilmu ketika seorang alim yang membawanya ke rumah seorang murid."
Dalam tradisi ulama salafus salih, mendatangi rumah seorang murid adalah kehinaan dan sesuatu yang merendahkan seorang alim. Ulama-ulama kita di masa lalu tidak pernah mau melakukan hal itu. Siapa yang ingin belajar, ya silahkan datang ke Masjid tempat semua orang berkumpul, atau datang secara pribadi kepada seorang guru.
Bacajuga : Tujuan Ilmu
Di sinilah letak kewibawaan sebuah ilmu dipertaruhkan. Seorang alim yang menenteng ilmunya ke rumah-rumah orang yang hendak belajar, sama saja dengan merendahkan ilmu yang dimilikinya. Tentu, semua hal ini dilakukan dalam kondisi normal. Adapun ketika terpaksa dan darurat, boleh seorang alim mendatangi rumah muridnya asalkan tidak terdapat hal-hal yang akan mengurangi ketinggian ilmu pengetahuannya.[]

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan