Ketika Allah sudah Cinta
Betapa bahagianya saling mencinta. Sebagaimana bila suami istri tengah dimabuk cinta. Serasa tak ingin jauh di mata. Pertemuan beberapa jam saja menjadi momen penting untuk saling mengungkap rasa.
Lalu, bagaimana bila Allah yang cinta? Makhluk mana yang tidak merasa bangga, karena yang mencinta adalah Sang Pemilik seluruh jiwa.
Mari kita perhatikan firman Allah dalam ayat-Nya yang mulia.
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى
"Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?" (QS. Taha: 17)
Mungkin kita bertanya-tanya, "Apa perlunya Allah swt menanyakan perihal benda yang ada di tangan kanan Musa?" Padahal kita tahu bahwa Al-Bashir adalah sifat Maha Melihat Allah. Jangankan yang nampak, yang tak kasat mata bagai semut hitam di atas batu hitam dalam gelapnya malam pun, Allah melihat. Yang sembunyi di dalam hati, Allah tahu. Tapi di sini, mengapa Allah justru bertanya tentang benda yang jelas berada di hadapannya? Barangkali kita juga akan bertanya, "Mungkinkah ayat ini hanya sekadar pelengkap tanpa makna?"
Tentu saja tidak. Karena Al-Qur'an bukan buku novel dengan rangkaian kata yang hanya menjadi pemanis rasa. Karena Al-Qur'an adalah petunjuk nyata. Tidak ada keraguan di dalamnya. Maka setiap kalimat memiliki arti yang sangat penting.
Lalu mengapa Allah swt bertanya?
Percayakah kita, itu karena Allah swt cinta! Cintanya Allah swt membuat Dia ingin bertanya perihal makhluk-Nya. Meski sudah tahu yang dipegang Musa as, Allah swt masih bertanya pula.
Sebagaimana bila ketika ada seorang ibu menanyai anak yang dicinta, "Apakah yang kamu pegang, anakku?" Padahal ibu tersebut tahu betul, bahwa yang dipegang anaknya adalah piring. Bahwa piring tetaplah menjadi sebuah piring. Yang tak akan berubah menjadi gelas maupun sendok. Dan kalau tidak karena cinta, si ibu tidak akan bertanya.
Yang tak kalah penting, ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah swt pernah berbicara kepada Musa as secara langsung tanpa hijab. Inilah mukjizat yang Allah berikan. Agar setiap muslim mengimaninya.
Selanjutnya, mari kita perhatikan jawaban Musa as.
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى
""Dia (Musa) menjawab, 'Ini adalah tongkatku. Aku bertumpu padanya dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku. Dan bagiku masih ada manfaat yang lain'." (QS. Taha:18).
Jawaban Musa as ini, boleh jadi membuat kita tak mengerti. Untuk apa Musa as menjawabnya secara rinci? Bahkan penuh semangat. Bukankah tanpa harus diberitahu, Allah pastinya mengerti karena tak ada satupun makhluk yang lepas dari pengawasan-Nya.
Jawabnya pun cukup simpel. Cinta membuat seseorang ingin berlama-lama. Cinta membuat sesuatu yang nampaknya tak penting menjadi sangat berharga untuk dikemukakan. Ini yang terjadi dengan Musa as. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kebersamaannya dengan Allah. Sehingga merasa sayang bila hanya memberikan jawaban singkat.
Inilah cinta. Musa tak ingin menyia-nyiakan pertemuan dengan Rabbnya berlalu begitu saja. Maka ia menerangkan hakikat tongkatnya panjang lebar. Padahal…. Allah tentu lebih tahu.
Sebagaimana seorang anak yang ditanya tadi, bila sangat mencintai ibunya, ia tidak akan menjawabnya sambil lalu. Tentu ia akan menerangkannya panjang lebar dengan berkata, "Ini piring ibu. Piring ini akan aku pergunakan untuk mencicipi masakan ibu yang lezat…. dst." Ia akan menjawabnya dengan lemah lembut dan penuh hormat. Meski sebenarnya sang ibu sudah mengetahui yang dibawa anaknya.
Dan seharusnya, ini pula yang diperbuat seorang muslim, yang mengaku cinta kepada Allah swt. Betah berlama-lama dalam dzikir. Berlama-lama dalam doa. Karena dia merasa membutuhkan-Nya, tak ingin jauh dari-Nya dan merasa sayang melewatkan kesempatan bersama-Nya.
Berlama-lama dengan-Nya tidak hanya dengan duduk berdiam di tempat shalat. Tapi bisa dilakukan kapanpun. Sambil memasak di dapur, menidurkan anak, kita curahkan segala isi hati kita. In syaa Allah kita berasa semakin dekat dan…. tentu saja semakin cinta..

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan