Hukum dan Syarat Badal Haji

Ada dua pandangan utama ulama fiqh mengenai badal haji. 

Pertama, pandangan mayoritas ulama yang memandang badal haji termasuk syari'at. Hukumnya wajib bagi ahli warisnya dari harta yang dimiliki seseorang yang meninggal dunia, tetapi belum melakukan ibadah haji, padahal secara fisik dan ekonomi mampu. Pandangan ini mendasarkan pada teks-teks hadits di atas.

Kedua, pandangan Mazhab Maliki yang justru melarang badal haji, dengan alasan prinsip awal bahwa ibadah-ibadah fisik tidak bisa digantikan orang lain. Sama seperti shalat dan puasa, begitupun haji, tidak boleh digantikan orang lain.

Jika ada orang yang sudah mampu untuk haji, atau bernadzar untuk haji, lalu wafat dan belum melakukan ibadah tersebut, maka cukup sedekah sebagai penggantinya saja kepada orang-orang miskin. Bukan dengan mengongkosi orang lain, keluarga maupun bukan, untuk berhaji menggantikan dirinya.

Baca juga :

Kelompok pertama, yang mayoritas ulama, menjawab kelompk kedua: bahwa ibadah haji tidak hanya fisik, sebagaimana shalat dan puasa, melainkan juga harta, atau ongkos. Jika secara fisik dan ekonomi mampu, maka dia sendiri yang  berkewajiban haji. Jika tidak mampu secara fisik maupun ekonomi, maka dia sama sekali tidak wajib haji.

Namun, jika seseorang secara fisik tidak mampu, tetapi secara ekonomi mampu, dia bisa meminta orang lain untuk melakukan ibadah haji untuk dirinya. Dalam hal ini, ibadah haji mirip dengan zakat, yaitu ibadah ekonomi. Jika seseorang mampu secara ekonomi untuk berzakat, dia bisa saja meminta orang lain untuk menyerahkan zakatnya kepada orang-orang miskin.

Seseorang yang berhak atas badal haji adalah yang sudah terkena kewajiban haji, yaitu memiliki kemampuan secara fisik dan ekonomi, namun belum sempat melakukannya. Jika dia masih hidup, tetapi kemudian sakit keras yang sepertinya tidak akan sembuh, atau secara usia sudah tidak lagi memungkinkan, maka badal haji hanya boleh jika dia memerintahkan saja. Jika dia tidak mengizinkan, maka tidak boleh melakukan badal haji. Ini pandangan semua ulama fiqh.

Tetapi jika yang sudah mampu dan belum haji itu kemudian wafat, maka badal haji itu boleh jika ada wasiat darinya. Ini pandangan Mazhab Hanafi. Namun, bagi Mazhab Syafi'i dan Hanbali, wasiat ini tidak menjadi syarat. Badal haji tetap wajib dilakukan dari hartanya, sekalipun tidak ada wasiat dari yang wafat tersebut.

Sementara, yang boleh melakukan badal harus orang yang sudah pernah beribadah haji. Ini pandangan Mazhab Syafi'i dan Hanbali. Sementara Mazhab Hanafi tidak memandangnya sebagai syarat. Jadi, yang belum haji sekalipun, boleh melakukan badal haji bagi orang lain, selama dia mampu dan dianggap sah melakukannya.

image_title
Pasang Iklan
Print Friendly and PDF

Mau donasi lewat mana?

Mandiri a.n. Kholil Khoirul Muluk
REK (90000-4648-1967)
Bantu SantriLampung berkembang. Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Blogger and WriterCreator Lampung yang masih harus banyak belajar.

Suratku untuk Tuhan - Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya

Donasi

BANK Mandiri 9000046481967
an.Kholil Khoirul Muluk