Pengertian Istitha'ah dalam Haji
Sahabat pembaca SantriLampung yang berbahagia; berbicara perihal haji atau pelaksanaannya tentu tidak lebas dari istitha'ah, adapun yang dimaksud dengan istitha'ah kemampuan adalah bila manusia memiliki apa yang diperlukannya dalam perjalanannya untuk menunaikan haji pergi pulang berupa bekal, kendaraan dan yang semacam itu disamping nafkah untuk anak-anak dan istrinya dan lainnya sampai waktu ia kembali.
Kemampuan itu berbeda-beda menurut peredaan manusia dan tempat dalam hal kedekatan dan kejauhan.
Barangsiapa memaksakan naik haji karena rindu kepada Baitullah Al-Haram dan karena sangat ingin menegakkan agama ini sedang ia tidak mampu dari berbagai jalan, maka imannya lebih sempurna dan pahalanya lebih besar dan lebih banyak.
Akan tetapi, disyaratkan bahwa ia tidak menyia-nyiakan dengan sebab itu sesuatu dari hak-hak Allah ta’ala, baik dalam perjalanannya maupun di tanah airnya.
Kalau tidak begitu, maka ia pun berdosa dan berada dalam kesempitan seperti bila ia berangkat dan meninggalkan orang-orang yang wajib diberinya nafkah dalam keadaan telantar tidak memiliki apa-apa atau dalam perjalanannya mengandalkan minta-minta kepada orang-orang, hatinya sibuk dengan menaruh harapan pada mereka atau menyia-nyiakan shalat fardhu atau melakukan perbuatan yang diharamkan, maka orang yang semacam ini adalah seperti orang yang membangun istana tetapi dengan menghancur leburkan kota.
Sahabat SantriLampung rohimakumullah, penting kami sampaikan dan ingatkan akan hal itu, karena banyak orang awam berangkat dengan cara tersebut.
Mereka mengira bahwa mereka mendekatkan dari kepada Allah ta’ala dengan pergi haji ke rumah-Nya, padahal mereka sangat jauh dari-Nya. Karena mereka tidak memasuki perintah melalui pintunya.
Bilamana hal ini terjadi dalam haji yang wajib, maka ketahuilah bahwa hal itu lebih besar larangannya dan lebih banyak ancamannya.

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan