Status setelah Mati terserah Anak
Sahabat SantriLampung yang dirahmati Allah di mana pun berada, Mati adalah keniscayaan. Bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan mati itu wajib. Merupakan hal yang harus di alami (kudu tan keno ora). Mati itu bukan akhir dari segala galanya, ia babak kehidupan yang baru dimana posisi ruh sudah tidak lagi dengan jasmani, dan pada saat itu ruhbkita harus mempertanggungjawabkan semua titipan-titipan selama hidup didunia termasuk penggunaan fasilitas jasmani dengan pelengkapnya (ruh).
Sering kami paparkan bahwa, memasuki alam akhirat itu sama halnya memasuki alam dunia, kita tidak pernah menyana-nyana sebelumnya, maksudnya sebelum kita mak-procot lahir kedunia, sebelumnya kita tidak pernah menyangka akan lahir dan hidup didunia ya kan? tau tau lahir aja ke dunia, mengalami beratnya menjalankan hukum Allah (ibadah), merasakan beratnya ujian Allah yang berupa musibah, merasakan ngerinya ancaman Allah jika tidak taat. Pada alam alam setelah kematian pun sama halnya. kita tidak akan pernah menyangka nyangka nasib kita disaba. Begitu mati, tau tau di akhirat aja, tau tau harus mempertanggungjawabkan semuanya.
Nah pada pertemuan kali ini kita tidak bicara masalah pertanggunganjawab akan tetapi lebih kepada nasib setelah mati itu bergantung pada bagaimana laku jejak anak turun. Anak turun shalih shalihah aman kita.
Pernah terbesitkah dalam benak, setelah mati kita itu apa, bagaimana, bahagia atau sengsara, akan harumkah nama kita atau malah hina kah nama kita, atau biasa saja?...
Kita ambil satu contoh ulama Masyhur Hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari, dari tahun 1926 harum namanya hingga hari ini, kenapa? karena anak cucunya mengharumkan namanya dengan melanjutkan jejak beliau menjadi orang orang yang berilmu dan berpekerti mulia.
Status seseorang setelah mati itu tergantung bagaimana anak cucunya, mulia, atau hina terserah anaknya. Artinya laku, peran anak cucu keturunan itu memiliki pengaruh pada nasib mati orang tuanya. Dan nasib orang tua yang sudah meninggal terserah pada anaknya. Jika anaknya bakti maka tak ayal pastilah anaknya akan memuliakan orangtuanya. Dengan laku bakti seorang anak, bakti kepada orang tua, bakti kepada agama, berilmu dan berpekerti mulia; dengan laku tersebut maka orangtuanya akan harum namanya.
Suatu misal, si Nunuk selain berilmu yang mumpuni, ia taat beribadah dan perangainya bagus, maka dengan sendirinya orang tua si nunuk akan terbawa harum, karena prestasi baik yang lekat padanya. "Itulah si nunuk anaknya pak anu, sudah cantik, agamanya bagus, ngajinya pinter, ibadahnya tekun". Pun dengan hal tersebut; bisa jadi mungkin Allah ridho dan memuliakan orangtuanya yang sudah meninggal memasukkannya ke dalam syurga.
Lalu kita bagaimana ? Apakah sejauh sampai hari ini kita sudah melakukan kebaktian kepada orangtua kita yang telah meninggal ? atau justeru abai dan menghinakan nasib orangtua ? Lalu bagaimana ketika kita mati kemudian diperlakukan acuh dan abai oleh anak turun sebagaimana perlakuan kita pada orang tua??? Eng ing Eng..... semoga alenia terakhir ini dapat memberikan refleksi positif untuk semuanya. Ojo lali doa birrul walidain dibaca setiap hari ya leee, nduuk....

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan