Tobat
"Taubat adalah panggilan dari Allah Ta’ala bagi hamba-hamba yang dicintai-Nya untuk kembali. Lebih dari sekedar sebuah permohonan ampun (istighfar), taubat adalah laku yang akan berlangsung sepanjang hayat."
Sesungguhnya ini adalah sebuah peringatan: Barangsiapa yang menghendaki, biarlah ia mengambil jalan menuju Rabb-nya. Dan tiadalah kamu akan berkehendak (menempuh jalan itu), kecuali jika itu dikehendaki oleh Allah. Sungguh, Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. – Q.S. Al-Insaan [76]: 29-30.
Bagaikan dua sisi mata uang, kehidupan mempunyai dua wajah. Sisi kelam hadir saat kesedihan dan kesulitan terasa tak tertanggungkan. Beberapa episode kelam itu cukup akrab di keseharian kita: pekerjaan tak terselesaikan menumpuk, anak sakit, huru-hara rumah tangga, patah hati. Semua menenggelamkan kita pada pusaran kesulitan yang seakan tak habis-habisnya.
Beratnya masalah kehidupan kadang membuat kita terpuruk. Kita melihat, apa yang kita lakukan ternyata hanya serentetan kegagalan dan ketidaksempurnaan. Kita merasa berat dengan segala tanggung jawab kehidupan ini. Kita tak mampu menjalankan tugas-tugas dengan baik semuanya.
Kekelaman kerap hadir saat kita sengaja mengabaikan nurani. Saat mengejar sesuatu yang tampak gemerlap, kita melakukan segala cara. Kita abaikan suara lirih yang memperingatkan kita jauh dari dalam hati, demi kehormatan di antara manusia, keberlimpahan materi atau kesenangan duniawi. Setelah itu, kita merasa lelah dengan apa yang tadinya begitu menyenangkan. Tak jarang pilihan-pilihan sesaat kita itu memerosokkan kita jauh ke dalam kerendahan—penghormatan manusia pada kita tak juga mengalahkan rasa hina yang merembes keluar dari batin kita.
Namun, dunia ini juga mengenalkan sisinya yang cerah pada kita. Kita kenal sisi itu, saat kita bahagia dan berada di atas awan. Ketika bonus dari kantor bertambah banyak, anak-anak sehat, pasangan cukup baik dan setia, atau hasil kerja di atas rata-rata. Semua terasa mudah ketika kita dapat melakukan apa saja, membeli apa saja.
Meski begitu, sisi cerah ini pun selalu menyisakan kekosongan. Seperti Musa muda, seorang pangeran Mesir yang bebas dari kesedihan dunia, memiliki ketampanan dan kekayaan berlimpah, kekuasaan yang nyaris penuh dan tiadanya kesulitan hidup—itu tidak pernah menghentikan pertanyaan yang muncul dari batinnya: siapa aku sebenarnya? Apa kehidupan ini sebenarnya? Ke mana aku akan melangkah?
Pada satu titik, kehidupan pasti akan membuat kita merasa lelah. Di sisi mana pun kita ditempatkan, jika kita jujur pada diri sendiri, kedua sisi itu selalu akan menyisakan kegamangan—berbagai rupa bentuknya. Mungkin berupa ucapan batin yang lirih di tengah malam, saat semua terasa buntu, dan kita pun mulai meminta pertolongan. Mungkin saat kita berbaring, dan menyadari bahwa kesuksesan yang kita raih ini terasa begitu kering. Atau, pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang bermunculan dan tak kunjung terjawab. Atau sekadar mata yang basah, penyesalan yang diam atas suara nurani kita yang kerap diabaikan.

Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan