Bantu SantriLampung Berkembang Donasi Sekarang

Perumpamaan Orang Alim

Assalamu'alaikum wr wb.

Mari Sahabat TheSantri kita tersinggung secara berjamaah, untuk menjadi seorang yang alim itu harus ditempa dengan singgungan ilmu ilmu Islam, semoga singgungan ini membentuk kita menjadi pribadi yang lebih alim dan bijaksana, serta dapat membawa kita ke arah hati hati yang lebih exstra lagi dalam mengemban amanah sebagai Kholifah Allah di bumi ini.

Allahumma sholli wa sallim 'ala sayidina muhammad wa ilaihi wa ahli baitihi wajami'i ikhwanihi minal ambiya wal mursalin wal mala-ikatil muqorrobin wa jami'il auliya' wa warotsatin nabiyin  Al fatihah!,.... terima kasih sudah hadiah fatihah; semoga mendapat syafaat... dan ilmu menjadi washilah ilmu yang akan dibaca  bermanfaat dunia dan akhirat.

Aemoga yang baca sampai selesai dimudahkan urusannya dan menjadi orang yang alim yang wira'i. 


ِمَثلُ العالمِ الذي يعلمُ النّاسَ خيرَ ويَنسَ نفسَهُ كمثَل السِراجِ يُظِيءُ لِلناسِ ويحرِقُ نفسَهُ  – روه التبرناني


Terjemah : "Perumpamaan orang alim yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, sedangkan dia melupakan dirinya sendiri, sama dengan pelita yang menerangi orang banyak, tetapi ia membakar dirinya sendiri" (Riwayat : Tabrani melalui jundab)




Penjelasan : Alangkah ruginya orang alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sedangkan ia sendiri lupa untuk mengamalkannya. Sama saja bila demikian ia itu seperti lampu lilin, dapat memberikan penerangan kepada orang-orang, sedangkan ia sendiri habis terbakar api"




* * *




Orang alim yang diserupakan dengan lilin


Pernah mungkin kita melihat orang alim yang mana mereka senantiasa menyeru orang lain dan orang banyak untuk mengerjakan perbuatan alim,  seperti menyeru orang-orang untuk mengerjakan sholat atau menyeru orang-orang untuk saling mencintai dan menghormati sesama muslim. Sedangkan bila seruan baik yang ia sampaikan kepada orang lain tersebut tidak ia kerjakan maka apalah beda orang yang demikian itu seumpama nyala api lilin, dan MAKA RUGI BESAR BAGI ORANG YANG MENYERU PADA KEBAJIKAN SEDANG IA SENDIRI TIDAK MELAKUKAN KEBAJIKAN YANG IA SERUKAN TERHADAP ORANG LAIN.




Tentang hal demikian pula di terangkan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat ke-44, ayat ini yaitu [Tentang mereka yang beramal layaknya 'ilmu lilin']




أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ


ata/muruuna alnnaasa bialbirri watansawna anfusakum wa-antum tatluuna alkitaaba afalaa ta'qiluuna




Terjemah : "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?" (QS: Albaqarah [2] ayat 44)




Tafsir singkat dari ayat tersebut : (ata/muruuna alnnaasa bialbirri) "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian", kebaktian disini dapat kita umpamakan pula dengan kebajikan. yaitu seruan kita untuk mengerjakan kebajikan terhadap orang lain. sedangkan dalam kalimat berikutnya di katakan (wa'yansaa nafsahu kamasalishshiradji yudi'u linnasi) "sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri", kewajiban yang termaksud adalah kewajiban kita sendiri dalam mengerjakan kebajikan yang telah kita ketahui dan kebajikan yang telah kita sampaikan kepada orang lain.  Maka ketika kita sendiri selaku yang menyampaikan kebajikan kepada orang lain tidak menjalankannya, apakah tidak kita berfikir bahwa seumpamanya itu kita adalah ibarat nyala api lilin yang menerangi orang lain /orang banyak, yang mana kita terangi orang lain sedang diri kita sendiri sedang meleleh dan tiada kita pelihara, maka bila demikian tidakkah kita berfikir bahwa kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang rugi?




Bahkan dalam ayat lainnya Allah menyebutkan :




كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ


Lafadz : "kabura maqtan 'inda allaahi an taquuluu maa laa taf'aluuna"




Terjemah : "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS: Ash-shaff [61] ayat 3)




Penjelasan singkat ayat tersebut : Allah SWT memperingatkan amatlah besar dosanya mengatakan sebuah kebenaran, tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya, ia rugi dan menjadi hina baik dalam pandangan Allah maupun dalam pandangan masyarakat.




Menepati janji (dalam hal ini dimana diri pribadi telah mampu menepati dan menjalankan kebajikan yang telah /hendak di sampaikan kepada orang lain) atas hal demikian adalah merupakan perwujudan iman yang kuat budi pekerti yang agung, sikap yang berprikemanusiaan pada seseorang, menimbulkan kepercayaan dan penghormatan masyarakat. Sebaliknya perbuatan menyalahi janji merupakan perwujudan iman yang lemah, perangai yang jelek dan sikap yang tidak berprikemanusiaan, akan timbul saling mencurigai dan dendam kesumat di dalam masyarakat. Karena itulah agama Islam sangat mencela orang yang suka berdusta dan menyalahi janji itu.




Agar sifat tercela itu tidak dipunyai oleh orang-orang beriman alangkah baiknya, menepati janji dan berkata benar itu dijadikan tujuan pendidikan yang utama diberikan kepada anak-anak di samping beriman kepada Allah dan Rasul Nya dan melatih diri mengerjakan bentuk-bentuk ibadat yang diwajibkan.




Siapakah diantaranya orang ALIM


Utamanya mereka yang senantiasa dekat kepada-Nya, Amal ma'ruf nahi munkar, tegakkan sunnah-Nya, mengamalkan kebajikan, beramal sholeh, dan serta senantiasa menyeru saudara saudarinya untuk berbuat kebajikan. maka yang demikian itu sebaik-baiknya seorang ALIM.


Para kyai /Ajengan

Para Ustadz /Ustadzah

Para Da'i

Para Santri /Santriwati


dan umumnya bagi kita yang senantiasa menyampaikan kebenaran-Nya kepada khalayaq (orang banyak) , maka yang demikian itulah ia layak disebut orang ALIM, dan layaklah baginya memiliki sifat-sifat seorang ALIM.


Sikap seorang ALIM seharusnya


Bagaimanakah sikap seorang alim seharusnya :


Mutawaadli'un (Rendah hati), inilah salah satu sikap penting yang harus dimiliki seorang alim. Rendah hati dalam menyampaikan kebenaran-Nya, karena belumlah layak disebut  seorang alim bila ia menyampaikan kebenaran-Nya dengan di landasi oleh kesombongan.


Muaddibun (Sopan), Sopan dan santun dalam menyampaikan kebenaran-Nya, baik sopan dalam penampilan maupun sopan dalam menyampaikan.


Amaanatun (Amanah), dimana ia sendiri mampu menjalankan atas kebenaran-Nya yang ia sampaikan pada khalayaq.


Fathonah (Cerdas), dimana ia dituntut untuk pandai dalam menyikapi setiap persoalan dan pandai dalam memberi serta memecahkan persoalan.


Istiqomah (berpegang teguh di jalan-Nya), maka bukanlah ia seorang alim bila ia khianat terhadap Tuhannya dan khianat atas apa yang dia sampaikan kepada orang lain.


Mas-uluun (bertanggung jawab), layaknya seorang alim memiliki sifat ini. bertanggung jawab atas apa-apa yang telah di sampaikan kepada orang lain.


Ijtahada (Bersungguh-sungguh), karena sekiranya Rasulullah senantiasa menyampaikan setiap perkara secara bersungguh-sungguh.


Maka kita tarik satu kesimpulan : "Bahwa tidaklah salah ketika kita menyerukan kebajikan terhadap orang lain, hanya saja kita RUGI bila kita sendiri selaku orang yang menyerukan tidak melaksanakan atas kebajikan yang kita sampaikan kepada orang lain. Namun sungguh beruntung bagi kita yang mana diri kita sendiri telah mampu melaksanakan atas kebajikan yang kita sampaikan kepada orang lain"


 


Wallahu a'lam bii showab.


Mohonkan maaf bila ada salah kata, mengingat kebenaran dan pula kesempurnaan hanya HAQ milik Allah subhanahu wa ta'alla.


Baca juga :
Alumni Universitas Islam Negeri Lampung.
Suratku untuk Tuhan

Wahai Dzat yang kasih sayangnya tiada tanding, rahmatilah tamu-tamuku disini. Sebab ia telah memuliakan risalah agama-Mu. Selengkapnya


Donasi

Mandiri 9000046481967