Pernikahan Orang Bisu
Dalam Islam, kita sangat dianjurkan untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan secara lahir dan batin, juga kesiapan mental dan materi. Anjuran ini tidak hanya ditujukan pada orang normal saja, namun juga dianjurkan pada penyandang disabilitas, seperti penyandang disabilitas rungu, netra dan lain sebagainya. Namun bagaimana cara penyandang disabilitas rungu mengucapkan akad nikah, padahal dia sendiri tidak mampu untuk mengucapkannya.
Dalam akad nikah, terdapat ijab dan qabul yang pada umumnya diucapkan secara lisan oleh mempelai laki-laki dan calon mertuanya. Namun ijab dan qabul ini akan sulit dilakukan oleh penyandang disabilitas rungu atau orang bisu. Oleh karena itu, ada tiga cara bagi penyandang disabilitas rungu dalam mengucapkan ijab atau qabul nikah.
Pertama, menggunakan bahasa isyarat yang jelas dan dapat dimegerti oleh orang lain. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Zainudin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berikut;
وينعقد بإشارة أخرس مفهمة
“Akad nikah sah (jadi) dengan isyaratnya orang yang bisu yang dapat dimengerti.”
Kedua, mewakilkan akad nikah pada walinya. Jika seseorang yang menyandang disabilitas rungu tidak mampu melakukan akad nikah dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti, maka dia boleh mewakilkan akad nikahnya kepada walinya.
واما ان كان زوجا فان كانت اشارته صريحة عقد بها وان كانت كناية او كان له كتابة فان امكنه التوكيل وكل والا عقد بها للضرورة
“Jika penyandang disabilatas rungu adalah seorang (calon) suami, apabila bahasa isyaratnya jelas, maka diakad nikah dengan bahasa isyaratnya. Apabila berbentuk kinayah atau bahasa isyaratnya tidak jelas, atau dia dapat menulis, jika dia memungkinkan untuk mewakilkan, maka hendaknya dia mewakilkan. Jika tidak memungkinkan, maka diakad nikah dengan bahasa kinayah atau tulisannya karena darurat.”
Ketiga, menggunakan bahasa tulisan. Jika bahasa isyaratnya tidak dapat dimengerti dan ada uzur untuk mewakilkan pada walinya, maka dia boleh melakukan akad nikah dengan menggunakan bahasa tulisan. Hal ini karena bahasa tulisan disamakan dengan bahasa lisan. Dalam kitab I’anatut Thalibin, Syaikh Abu Bakar Syatha menyebutkan sebagai berikut;
وينعقد نكاح الأخرس بإشارته التي لا يختص بفهمها الفطن، وكذا بكتابته بلا خلاف على ما في المجموع
“Dihukumi sah nikahnya seorang penyandang disabilitas rungu dengan menggunakan bahasa isyarat yang tidak hanya bisa dipahami oleh orang yang pandai saja. Begitu juga dihukumi sah dengan menggunakan tulisannya tanpa ada perbedaan di kalangan para ulama sesuai dengan kitab al-Majmu.”
Mau donasi lewat mana?
REK (90000-4648-1967)
Gabung dalam percakapan